BERANTAS.ID, Parigi Moutong — Polemik pertambangan emas ilegal (PETI) di Taopa, Kabupaten Parigi Moutong, kembali mengemuka setelah desakan keras disampaikan Ketua Komnas HAM Perwakilan Sulawesi Tengah, Dedi Askary. Ia meminta seluruh aparat penegak hukum menindaklanjuti informasi yang telah beredar luas mengenai dugaan keterlibatan para cukong yang menjadi motor penggerak aktivitas ilegal di kawasan tersebut.
Dedi menegaskan, Gakkum KLHK Wilayah II, Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, kepolisian, hingga aparat kehutanan tak boleh berdiam diri. Menurutnya, sejumlah nama yang disebut Ketua FORMAT Parigi sudah cukup menjadi pintu masuk penyelidikan serius terhadap sindikat PETI Taopa.
“Nama-nama itu bukan lagi rumor. Itu sudah cukup untuk membuka alur siapa yang menggerakkan PETI Taopa,” tegasnya.
PETI Taopa Dinilai Sistematis dan Terorganisir

Dalam pandangan Dedi, operasi PETI di Taopa bukan lagi kategori tambang rakyat atau aktivitas kecil-kecilan. Keterlibatan alat berat, pasokan logistik yang stabil, serta keamanan area tambang menunjukkan bahwa kegiatan ilegal tersebut memiliki dukungan kuat dari pihak berkekuatan modal dan jejaring luas.
“Ini terstruktur. Alat berat masuk, suplai lancar, lokasi aman. Polanya terlalu rapi untuk disebut sekadar aktivitas liar,” katanya.
Dedi menambahkan, penindakan yang tidak disertai penyitaan peralatan produksi hanya memperkuat dugaan bahwa terdapat jejaring persekongkolan antara pelaku di lapangan dengan oknum di lintas sektor.
“Kalau alat berat tidak disita, itu bukan penegakan hukum. Itu hanya formalitas yang justru membuka dugaan adanya jaringan rente yang melibatkan oknum tertentu,” ujarnya.
Ancaman Ekologis: Murka Alam Tinggal Menunggu Waktu
Selain kerugian negara, Dedi memperingatkan bahwa PETI Taopa telah mengancam keselamatan warga dan kelestarian lingkungan. Pembukaan lahan, kerusakan sungai, hingga potensi longsor dinilai sebagai risiko nyata.
“Kalau pembiaran seperti ini terus berlangsung, murka alam dan murka Allah akan membalas. Bencana akan menimpa bukan hanya pelaku, tapi anak cucu kita,” tegasnya.
Tak Boleh Berhenti di Operator Lapangan
Dedi menolak pola penindakan yang hanya menyasar operator ekskavator atau pekerja kecil. Menurutnya, negara harus membongkar siapa aktor besar yang memperoleh keuntungan dari kerusakan lingkungan di Taopa.
“Penindakan tidak boleh berhenti pada pekerja. Harus naik ke atas. Negara wajib mengungkap siapa yang menikmati keuntungan dari hancurnya lingkungan Taopa,” katanya.
Sosok WI Jadi Sorotan
Informasi dari lapangan menyebutkan nama seorang pengusaha berinisial WI dari Kabupaten Tolitoli yang diduga menjadi salah satu pemain besar dalam aktivitas PETI di kawasan Sigumu, hulu Sungai Taopa. Meski Polhut Gakkum KLHK beberapa kali melakukan penertiban, aktivitas WI justru dikabarkan semakin masif.
WI disebut telah membuka akses jalan baru, mengirimkan ekskavator, serta bekerja dengan sejumlah pemilik lahan lokal berinisial SO, Ake, DO, dan GR.
Seorang warga yang enggan disebutkan namanya menyampaikan, WI bukan orang baru dalam bisnis emas ilegal.
“Dia sudah lama. Pernah main di Rambai dari akhir 2024 sampai Maret 2025,” ujar warga itu.
Saat ini WI dan kelompoknya dikabarkan mengoperasikan dua ekskavator serta dua sluice box untuk mendulang emas di Sigumu. (tim)






