Jejak Penyimpangan di Balik Pembangunan Jalan Parigi Moutong: Kejati Tetapkan Sejumlah Tersangka

Berantas.id,Palu, Sulawesi Tengah — Di balik semangat pembangunan infrastruktur daerah, aroma penyimpangan kembali tercium. Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah (Kejati Sulteng) resmi mengumumkan perkembangan penyidikan atas dugaan tindak pidana korupsi pada tiga proyek jalan strategis di Kabupaten Parigi Moutong tahun anggaran 2023.

Kasus ini mencuat setelah tim penyidik menemukan sejumlah kejanggalan dalam pelaksanaan proyek yang dikerjakan oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Parigi Moutong. Ketiga proyek tersebut antara lain pembangunan Jalan Pembuni – Berojong, Jalan Gio – Tuladenggi, dan Jalan Trans Bimoli Pantai, tiga ruas yang diharapkan menjadi urat nadi konektivitas wilayah pesisir dan pedalaman.

Namun, di balik semangat pemerataan pembangunan itu, indikasi praktik curang mulai terkuak.

Jejak Awal Penyelidikan

Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sulteng, Laode Abdul Sofian, menjelaskan bahwa penyidikan dimulai setelah adanya laporan masyarakat dan hasil pemantauan di lapangan yang menunjukkan adanya ketidaksesuaian antara nilai kontrak dan kualitas pekerjaan.

“Dari hasil penyelidikan, kami menemukan bukti permulaan yang cukup adanya dugaan penyimpangan dalam pelaksanaan ketiga proyek tersebut,” ungkap Laode dalam siaran pers resmi bernomor PR-04/K.3/Kph.3/10/2025 yang dirilis di Palu, 9 Oktober 2025.

Tim penyidik kemudian menelusuri dokumen perencanaan, kontrak kerja, hingga laporan hasil pekerjaan. Dari sana, muncul nama-nama yang kini telah ditetapkan sebagai tersangka.

Pola yang Sama di Tiga Proyek

Dari hasil investigasi Kejati Sulteng, ditemukan pola yang hampir serupa di ketiga proyek tersebut.

Penyedia jasa dan pejabat pembuat komitmen diduga melakukan kerja sama untuk memanipulasi pelaksanaan pekerjaan, mulai dari volume pekerjaan hingga penggunaan material di lapangan.

Dalam proyek Jalan Pembuni – Berojong, penyedia proyek berinisial IS dan PPK berinisial SA ditetapkan sebagai tersangka. Kasus ini diperkuat dengan dua surat perintah penyidikan bernomor 06/P.2/Fd.1/10/2025 dan 02/P.2/Fd.1/04/2025.

Kasus serupa terjadi di Jalan Gio – Tuladenggi, di mana IS dan SA kembali berperan dalam proyek tersebut. Mereka kembali dijerat melalui surat perintah penyidikan bernomor 05/P.2/Fd.1/10/2025 dan 01/P.2/Fd.1/04/2025.

Sedangkan pada Jalan Trans Bimoli Pantai, penyidik menetapkan NM sebagai penyedia proyek dan SA sebagai PPK. Keduanya dijerat melalui surat perintah penyidikan 07/P.2/Fd.1/10/2025 dan 03/P.2/Fd.1/04/2025.

Satu nama yang muncul berulang—SA, sang PPK—menjadi titik sorotan utama. Ia diduga memiliki peran dominan dalam proses pengadaan dan pengawasan ketiga proyek tersebut.

Indikasi Penyimpangan Teknis dan Administratif

Meski belum disampaikan secara rinci, sumber di lingkungan penegak hukum menyebutkan bahwa penyimpangan yang terjadi tidak hanya bersifat administratif. Di lapangan, ditemukan indikasi ketidaksesuaian volume pekerjaan, mutu material yang di bawah standar, serta perbedaan antara laporan keuangan dan kondisi riil proyek.

Beberapa lokasi bahkan diduga dikerjakan tidak sesuai spesifikasi teknis sebagaimana tercantum dalam dokumen kontrak. Hal ini menimbulkan dugaan kerugian keuangan negara yang kini tengah dihitung oleh auditor internal kejaksaan dan pihak terkait.

“Kami akan terus mendalami dan menghitung potensi kerugian negara secara akurat. Semua pihak yang terlibat akan dimintai pertanggungjawaban,” tegas Laode.

Komitmen Penegakan Hukum dan Transparansi

Kejati Sulteng menegaskan, proses hukum ini tidak hanya bertujuan menindak pelaku, tetapi juga menjadi upaya memperbaiki tata kelola pembangunan daerah agar lebih bersih dan transparan.

“Kami ingin kasus ini menjadi pelajaran penting bagi seluruh pihak, agar setiap rupiah anggaran publik benar-benar digunakan untuk kepentingan rakyat, bukan untuk memperkaya individu,” lanjut Laode.

Ia juga mengajak masyarakat untuk berani melaporkan dugaan penyimpangan dalam pelaksanaan proyek pemerintah. Partisipasi publik, kata Laode, adalah salah satu bentuk kontrol sosial yang dapat menekan praktik korupsi di daerah.

Membangun Kepercayaan Publik

Kasus dugaan korupsi tiga proyek jalan ini menjadi sorotan publik, bukan hanya karena melibatkan dana besar, tetapi juga karena proyek-proyek tersebut menyentuh kebutuhan dasar masyarakat: akses jalan yang layak dan aman.

Jika benar terbukti terjadi penyimpangan, maka yang dirugikan bukan hanya keuangan negara, tetapi juga kepercayaan masyarakat terhadap integritas pembangunan pemerintah daerah.

Kini, publik menantikan langkah tegas Kejati Sulteng dalam menuntaskan kasus ini hingga ke meja hijau, sekaligus memastikan bahwa pembangunan infrastruktur di Sulawesi Tengah kembali berjalan sesuai prinsip akuntabilitas dan keadilan. (B1)