Berintas.id, Parigi Moutong — Aktivitas tambang emas ilegal di kawasan Sungai Taopa kembali menjadi sorotan setelah investigasi lapangan dan keterangan sejumlah sumber menunjukkan bahwa jaringan pengendali tambang tanpa izin (PETI) di wilayah tersebut justru semakin mengakar. Meski beberapa operasi penertiban pernah dilakukan, jaringan para cukong disebut tetap beroperasi dengan pola yang makin terstruktur.
Operasi Penertiban Gagal, Aktivitas Tambang Justru Meningkat
Dalam beberapa bulan terakhir, aktivitas penambangan di wilayah hutan Taopa terlihat semakin masif. Informasi yang dihimpun menunjukkan bahwa di balik meningkatnya pergerakan alat berat dan sluice box, terdapat dugaan keterlibatan pemain lama yang kembali turun tangan.
Dinas Kehutanan Sulawesi Tengah memastikan penyidikan tidak berhenti pada operator alat berat yang sempat diamankan. Penyidik disebut tengah menelusuri peran para pemasok modal tambang ilegal yang beroperasi secara tersembunyi.
Namun muncul dugaan bahwa bocornya operasi penertiban terakhir membuat jaringan PETI semakin waspada dan memperkuat sistem perlindungan internal mereka.
Kemunculan Lagi Tokoh Lama
Salah satu figur yang kembali disebut adalah seorang pengusaha asal Kabupaten Tolitoli berinisial WI. Sumber internal menyebut WI diduga kembali terlibat setelah sebelumnya juga pernah dikaitkan dengan aktivitas serupa di Parigi Moutong.
Kali ini, WI disebut membawa sumber daya yang lebih besar mulai dari armada alat berat hingga operator teknis yang berpengalaman. Namun hingga kini, dugaan tersebut belum dikonfirmasi secara resmi oleh aparat penegak hukum.
Dominasi Pemain Lokal di Hulu Bahuki–Tiole
Selain WI, pemain lokal berinisial AA juga disebut menguasai area Hulu Bahuki dan Tiole. AA ditengarai mengoperasikan setidaknya delapan unit alat berat serta beberapa rangkaian sluice box di daerah pedalaman yang aksesnya sangat sulit dijangkau.
Tim investigasi mendapati bahwa lokasi tambang tersebut hanya dapat diakses melalui jalur tanah sempit yang memaksa peninjau untuk berjalan kaki berjam-jam, sebelum menyeberangi Sungai Taopa menggunakan perahu kayu. Kondisi ini membuat kegiatan tambang ilegal relatif aman dari patroli rutin aparat.
“Kalau ada operasi, mereka sudah tahu duluan. Informasinya cepat sekali tersebar,” ujar salah satu warga yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Jaringan Cukong Diduga Terkonsolidasi
Sumber lain menyebut keberadaan sedikitnya empat cukong tambahan yang mengelola area berbeda dan berbagi wilayah operasi agar tidak saling tumpang tindih. Pola ini disebut sebagai alasan mengapa penindakan di Taopa berlangsung lambat: jaringan yang terfragmentasi namun saling mengetahui pergerakan satu sama lain.
Model operasi ini menggambarkan sebuah struktur yang tidak lagi bersifat spontan, melainkan terorganisir dan memiliki sistem komunikasi yang kuat.
Gubernur Sulteng Geram Operasi Bocor
Gubernur Sulawesi Tengah, Anwar Hafid, sebelumnya menyampaikan kekesalannya atas gagalnya operasi rahasia yang dirancang untuk menertibkan tambang ilegal Taopa. Operasi yang dirahasiakan justru bocor sebelum eksekusi, membuat para pelaku menghilang dari lokasi.
“Lebih pintar pencuri daripada petugas,” tegasnya.
Meski demikian, Anwar menyatakan bahwa penertiban tidak akan berhenti. Ia menegaskan bahwa pemerintah daerah akan bekerja sama dengan kementerian dan aparat penegak hukum untuk membongkar jaringan PETI serta memperbaiki tata kelola sumber daya alam di Sulawesi Tengah.
Dampak Lingkungan dan Sosial Membayangi
Di tengah maraknya aktivitas tambang ilegal, kekhawatiran masyarakat semakin meningkat. Kerusakan lahan, pencemaran sungai, dan ancaman longsor menjadi risiko yang terus menghantui warga di sekitar aliran Sungai Taopa. Pemerintah menargetkan bahwa penataan ulang tata kelola tambang akan berkontribusi pada penurunan angka kemiskinan, bukan sebaliknya.
Namun selama jaringan cukong masih beroperasi tanpa hambatan berarti, upaya penertiban tampaknya akan terus menghadapi batu sandungan. (tim)






