Berantas.id, Palu – Setumpuk masalah mengiringi proyek rehab rekon infrastruktur pendidikan yang digagas oleh BP2W ( Balai Prasarana Permukiman Wilayah Sulawesi Tengah dua tahun yang lalu.
Dari urusan tetek bengek, urusan mangkrak dan dugaan Mark Up dan PHO Fiktif di sejumlah sekolah menyusut, sampai urusan pembayaran subkon yang mewarnai jalanya proyek itu.
Ada indikasi jika kegiatan senilai puluhan miliar rupiah itu berpotensi terjadinya pemborosan anggaran
Pengakuan Mahfud terkait tetek bengek di proyek senilai Rp37,41 miliar ini bisa menuntun APH (Aparat Penegak Hukum) untuk membongkar sederet penyimpangan yang beroptensi menyeret sejumlah orang, mesti ditanggapi serius.
Sebagai subkon di proyek itu, tentu Mahfud tak asal bicara !. Pria berusia 43 Tahun itu pastinya dia sudah memegang sejumlah data laporan terperinci mengenai seluk beluk 19 unit sekolah yang direncanakan dibangun itu.
Publik berharap, Mahfud beserta subkon lainya tak keder mengungkap sejumlah kebobrokan dan borok di proyek yang digarap oleh PT. Sentra Multikarya Infrastruktur (SMI) ini.
“Siapa yang membantah !, Tidak ada salah itu, saya berani buktikan dan saya berani tantang bahwa itu betul, dananya sudah dicairkan 100 persen. Setahu saya waktu berhenti kerja, tinggal jaminan pekerjaan saja dananya tersisah tegas Mahfud, kepada Berantas.id Senin 4 Oktober 2022.
Pada persoalan ini, bisa dibayangkan betapa kusutnya jalanya proyek yang dibiayai dari pinjaman Bank Dunia melalui program Contigency Emergency Response Project (NSUP) dan kegiatan Central Sulawesi Rehabilitation and Recontrion Project (CERC).
Sudah sepatutnya Institusi yang berwenang ( Aparat Penegakan Hukum) bergegas turun melakukan Audit Total di proyek yang sudah menggerus kas negara yang berantakan sejak tahap awal perencanaan. Alih-alih dengan anggaran jor-joran untuk mendapatkan bangunan gedung baru, justru program ini terbukti bermasalah di sejumlah wilayah dan terkesan proyek tersebut dipaksakan untuk di PHO (Provisional Hand Over-PHO).
“Itu sekolah sudah dikurangi 1 unit yaitu SD Insan Gemilang, dan banyak item dihilangkan tapi anggaranya bukan turun malah dari kontrak awal jadi 43 miliar. Yang paling fatal itu, uang pembayaran penyelesaian bukan mengalir ke fendor lagi, tapi ke rekening orang lain. Saya punya bukti ! beber Mahfud.
Dari keteranganya kepada kami, Mahfud membeberkan sejumlah tetek bengek proyek yang sudah di adendum sebanyak empat kali itu. Dia tawaduk, setelah buntut pelaporan dirinya ke Polisi oleh rekanya selaku pemodal dengan tuduhan penggelapan buntut belum terbayarnya hasil pekerjaanya di 16 sekolah oleh PT SMI sebanyak Rp700 juta.
“Padahal pak Rachman Tinri sudah janji ke saya membantu untuk menagihkan dan dibuatkan surat. Faktanya saya mereka jadikan musuh, Mobilku saja saya gadaikan ke Balai buat bekerja.
tapi mereka tidak pernah pikirkan. Akhirnya sekarang, saya dilaporkan ke Polda sama si pemodal saya ungkap Mahfud.
Selain itu, Mahfud juga membeberkan Indikasi penyimpangan pada proyek yang digarap oleh PT. Sentra Multikarya Infrastruktur atau PT SMI dengan nomor kontrak HK.02.01/KONT/SPPP.ST/PSPPOP.II/02/2020 tersebut.
Dari pengakuan Mahfud, dari 19 unit bangunan sekolah yang direncanakan direhabilitasi dan direkontruksi, hanya 18 bangunan sekolah yang terealisasi dikerjakan. Tidak hanya itu, nilai kontrak pada proyek itu, belakangan ini dinaikan pasca dilakukan adendum ketiga, dari semula Rp37,41 miliar menjadi Rp43 miliar.
“Saya subkon di 16 sekolah, Erwin Lamporo 2 sekolah, jadi hanya 18 sekolah saja. Sudah hilang 1 sekolah, bukan berkurang kontraknya tapi malah melambung tinggi !. Kalau sekarang saya kurang tau, waktu saya disingkirkan semua tidak ada yang selesai. Tapi saya liat sudah dikerjakan lagi tambahanya beber Mahfud.
Hasil penelusuran Berantas.id bersama TIM dari beberapa sumber dilapangan selaras dengan keterangan para subkon yang menunjukan bahwa sejumlah persoalan rumit menyelimuti proses pelaksanaan rehabilitasi dan rekontruksi fasilitas pendidikan dasar fase 1B.
Di sejumlah proyek sekolah yang tersebar di Kota Palu dan Kabupaten Sigi misalnya, bangunan sekolah belum ada yang rampung 100 persen, bahkan para pekerja proyek pernah mencopot sejumlah aset fasilitas gedung yang baru terpasang ketika itu.
Alasanya, pihak kontraktor pelaksana PT Struktur Multikarya Infrastruktur (SMI) belum melakukan pembayaran terhadap pihak pekerja.
Proyek rehabilitasi dan rekontruksi fasilitas pedidikan dasar fase 1B di Kota Palu dan Kabupaten Sigi menggunakan metode kontruksi pendekatan cara Build Back Better dengan membangun kerentanan terhadap bencana sebenanrya tidak berpolemik jika ini dikerjakan dan diawasi secara serius.
Kontruksi bangunan yang dipersyaratkan pun, juga bukan barang mewah yang hanya mengandalkan kontruksi panel RISHA.
Itu sebabnya agar janggal rasanya kalau proyek ini menggebu dikebut hingga mengangkangi sejumlah aturan. (tim)
Dengan mengatasnamakan kedaruratan memaksakan proyek ini yang berpotensi merugikan keuangan negara miliaran rupiah. (Tim)