“Lambatnya Proses Hukum di Kejari Palu”, Korban Minta Kejati Turun Tangan

Berantas.id, Palu – Hampir dua tahun berlalu, Jafri Yauri, warga Jalan Cut Nyak Dien, Palu, masih menunggu keadilan atas dugaan pengrusakan rumahnya. Proses hukum terhadap tersangka, Ang Andreas, belum menemui kepastian, meski berkas perkaranya telah lima kali bolak-balik dari Polresta Palu ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Palu dan terus dikembalikan.

“Yang saya perjuangkan hanya satu, yakni, hak saya. Tanah saya. Rumah saya. Semua bukti saya punya. Tapi sampai sekarang, saya malah merasa seperti orang yang tak dianggap,” ujar Jafri dengan nada kecewa, Jumat (21/3/2025).

Jafri mengaku memiliki sertifikat tanah, hasil pengukuran dari Badan Pertanahan Nasional (BPN), serta rekaman video saat pengrusakan terjadi. Bahkan, tukang bangunan yang mengerjakan rumahnya bersaksi bahwa bangunan tersebut berdiri di atas lahannya.

“Tapi jaksa malah lebih percaya keterangan dari tersangka. Saya belum pernah sekalipun diminta hadir memberi keterangan oleh kejaksaan. Padahal saya pelapor,” lanjutnya.

Kuasa Hukum Pertanyakan Sikap Kejaksaan

Kuasa hukum Jafri, Dr. Muslimin Budiman

Kuasa hukum Jafri, Dr. Muslimin Budiman, mengaku heran dengan lambatnya proses hukum kasus ini. Menurutnya, berkas perkara sudah cukup jelas, bahkan penyidik sempat melakukan penahanan terhadap tersangka.

“Berkasnya sederhana, bahkan sempat ada penahanan dari penyidik. Tapi entah kenapa, setiap kali dilimpahkan ke kejaksaan, selalu ditolak dengan alasan yang tidak substansial,” ungkap Muslimin seperti dikutip dari Metro Sulawesi, Jumat (21/3/2025).

Lebih mengejutkan lagi, menurut Muslimin, jaksa sempat menyarankan agar perkara ini diselesaikan secara damai di luar jalur hukum.

“Ini kan kasus pidana, bukan sengketa biasa. Rumah rusak, orang merasa dirugikan. Kalau memang tidak ada unsur pidananya, buktikan saja di pengadilan,” tegasnya.

Muslimin menambahkan bahwa jika kasus ini terus berlarut-larut, akan menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum di Sulawesi Tengah.

“Saat korban sudah lelah, bukan hanya kepercayaan kepada hukum yang rusak, tapi harapan orang biasa seperti Pak Jafri ikut hancur,” ujarnya.

Harapan Akan Intervensi Kejaksaan Tinggi

Kini, Jafri berharap Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah turun tangan untuk memastikan kasus ini berjalan sesuai prosedur hukum yang berlaku.

“Kalau saya salah, saya siap. Tapi kalau saya benar, saya mohon, beri saya keadilan,” katanya lirih.

Kasus ini menjadi sorotan karena menyangkut kepastian hukum bagi masyarakat kecil yang berharap keadilan bisa ditegakkan tanpa adanya keberpihakan.***