Berantas.id, Sulawesi Tengah – Satu lagi contoh konkret proyek grasah-grusuh penanganan bencana di Sulawesi Tengah yang dituding banyak menyisahkan masalah. Pengakuan para korban dan Investigasi Trilogi dan Berantas.id menguatkan tudingan tersebut.
Catatan redaksi Berantas.id, mengungkapkan sebagian proyek yang digarap perusahaan yang dikabarkan milik group Nazarudin melekat di Balai Prasarana Permukiman Wilayah (BPPW) Sulawesi Tengah, dua tahun lalu menimbulkan banyak persoalan.
Tak hanya molor dari target ketika itu, tetapi juga proyek senilai Rp38,5 miliar itu justru semakin membuat pengusaha lokal berteriak dan bangkrut.
Setumpuk masalah masih bercokol dibekas proyek Pembangunan Sistem Pengolahan Air Limbah Domestik Terpusat atau SPALDT dan Infrastruktur Persampahan Kawasan Huntap Pombewe, di Kabupaten Sigi pada tahun 2021 silam.
Tumpukan masalah itu dinilai vital, seperti pembayaran pelunasan sejumlah vendor lokal yang terikat kontrak dengan pihak PT Telaga Gelang Indonesia dalam pelaksanaan proyek yang dibiayai melalui pinjaman National Slum Upgrading Program (NSUP) Contingency Emergency Response Component (CERC) untuk tahap I.
Seharusnya masalah ini sudah selesai sebelum BPPW Sulawesi Tengah melakukan pembayaran pelunasan proyek terhadap kontraktor PT Telaga Gelang Indonesia atau TGI.
“Dari dua tahun lalu kami di pimpong terus pak sama pihak Balai, malahan ada surat intruksi untuk menyelesaikan pembayaran vendor yang ditandatangani oleh Kabalai Sahbudin itu, tetapi tidak ada realisasinya. Kami ini sudah rugi ! ungkap Alviano Dedi Vitalianus Polii belum lama ini.
Dari urusan tetek bengek, urusan molor, sampai urusan pembayaran pekerja ikut mewarnai jalanya proyek itu. Ada indikasi jika dalam proses pelaksanaan proyek senilai puluhan miliar rupiah itu berpotensi terjadinya persengkongkolan.
Kami ini seperti dipermainkan, ada apa ini ?, padahal kamilah orang yang bekerja dilapangan siang dan malam. Kami sudah rugi uang, rugi tenaga, rugi pikiran, rugi waktu tapi hak kami tidak diperhatikan katanya.
Pengakuan Alviano Dedi Vitalianus Polii alias Dedi terkait tetek bengek di proyek senilai Rp38,5 miliar ini bisa menuntun aparat penegak hukum untuk membongkar sederet penyimpangan pada urusan proyek itu.
Sebagai subkon pada proyek itu, tentu Dedi tak asal ngomong !. Pria berusia 54 Tahun itu pastinya sudah memegang sejumlah data laporan terperinci mengenai seluk beluk proyek pembangunan SPALDT dan Infrastruktur Persampahan Kawasan Huntap Pombewe itu.
Publik berharap, Dedi beserta subkon lainya tak keder mengungkap sejumlah kebobrokan di proyek yang digarap oleh PT Telaga Gelang Indonesia ataiu TGI ini.
“Semua dokumen kontrak, surat pernyataan kesepakatan pembayaran, surat perintah pembayaran dari Kabalai lengkap dengan saya. Kami sudah berapa kali dimediasi, tapi tidak ada juga hasilnya. Padahal pihak Balai tahu, kita subkon ini yang bekerja dilapangan tegas Dedi.
Pada persoalan ini, bisa dibayangkan betapa kusutnya jalanya proyek yang yang digarap oleh perusahaan kontraktor PT TGI yang tercatat berlamat di Jalan Ciputat Raya No 30, Kebayoran Lama , Jakarta Selatan ini.
Dari keteranganya kepada kami, Dedi membeberkan sejumlah tetek bengek proyek yang sudah berapa kali dilakukan adendum itu. Dia berharap pemerintah Sulawesi Tengah dan pihak BPPW yang ditunjuk sebagai penyelengara negara pada proyek ini bisa mencarikan solusi.
“Kami berharap mereka mencarikan solusi kepada kami untuk membantu menagihkan kepada PT TGI. Dengan kondisi seperti ini, kami sudah susah mau bikin apa, tagihan kami belum dibayarkan jelasnya.
Menanggapi hal itu, Kepala BPPW Sulawesi Tengah Sahbudin yang dikonfirmasi Trilogi justru memilih irit komentar dan meminta untuk agar persoalan itu langsung menghubungi pihak PT TGI serta melaporkan persoalan ini kepada pihak Kepolisian.
Silahkan hubungi TGI, usul pak supaya lapor ke polisi tulis Sahbudin melalui pesan whatsap.
Hasil penelusuran Trilogi bersama Berantas dibeberap sumber dilapangan selaras dengan keterangan para subkon yang menunjukan bahwa sejumlah persoalan rumit menyelimuti proses pelaksanaan pembangunan SPALDT dan infrastruktur persampahan huntap Pombewe ketika itu.
Dalam pelaksanaan proyek pembangunan SPALDT dan infrastruktur persampahan huntap Pombewe, PT TGI melibatkan rekanan lokal sebagai subkon. Dari data yang diterima Trilogi, ada lima rekanan lokal yang terlibat dalam proyek itu yang hingga kini belum dibayarkan.
Dalam bukti kontrak dengan subkon, PT TGI berjanji akan membayar pekerjaan subkon setelah opnmae dilakukan, namun fkatanya keluhan dilapangan banyak pekerjaan yang sudah di opname tapi hingga kini ada yang belum dilunasi.
Proyek pembangunan SPALDT dan infrastruktur persampahan huntap Pombewe sebenanrya tidak berpolemik jika ini ditengahi dan diawasi secara serius. Itu sebabnya agar janggal rasanya kalau proyek ini menggebu dikebut hingga menimbulkan persoalan baru.
Sampai berita ini diterbitkan pihak kontraktor pelaksana Proyek pembangunan SPALDT dan infrastruktur persampahan huntap Pombewe tahun anggaran 2021 itu, PT TGI belum dilakukan konfirmasi terkait dengan adanya persoalan ini.