BERANTAS.ID, Sigi – Kepala Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional Wialayah l ( Satu ) Provinsi Sulawesi Tengah, Diduga restui perusahaan BUMN ( Badan Usaha Milik Negara) PT. Wijaya Karya gunakan material urugan pilihan ( Urpil) illegal bercampur tanah dan akar – akaran serta langgar spesifikasi teknis dalam Proyek Rekonstruksi Jalan Kalawara – Kulawi ( Ruas Jono – Sidera dan Ruas Sibalaya – Pakuli ) di Kabupaten Sigi Provinsi Sulawesi Tengah.
Proyek Rekonstruksi Jalan Kalawara – Kulawi yang dikucurkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) yang melekat pada KASATKER ( Kepala Satuan Kerja ) Pelaksanaan Jalan Nasional Wialayah Satu Provinsi Sulawesi Tengah yang dilaksanakan PT WIJAYA KARYA yang beralamatkan di. Jl. D.I. Panjaitan Kav.9, Jakarta Timur 13340 – Makassar (Kota) – Sulawesi Selatan dengan nilai kontrak Rp. 156.616.954.291,00.
Pekerjaan timbunan Urugan Pilihan ( Urpil ) tersebut disinyalir menggunakan material timbunan ilegal bercampur akar – akaran dan gelondongan tanah yang tidak jauh berada dilokasi proyek ( Sungai Paneki Desa Jono Kec. Sigi Biromaru & Desa Sibalaya Kec. Tanambulava Kab. Sigi) .
Seperti yang diungkapkan salah seorang warga dekat lokasi proyek yang enggan dipublis identitasnya , membenarkan bahwa, benar kontraktor atau penyedia jasa menggunakan timbunan jalan yang tidak jauh dari lokasi pekerjaan dan seakan direstui konsultan pengawas, ungkapnya, Saptu (9/05/2022) kemarin dirumahnya.
Sebetulnya tidak ada masalah kontraktor menggunakan material timbunan ( Urpil) yang volumenya cukup besar asalkan ada ijin tambang dari pemerintah provinsi atau pusat karena sepaham kami ( Warga) aturannya kalau menambang dengan volume cukup besar dan menggunakan excavator harus ada ijin pengelolaanya dan itu bukan kewenangan Desa untuk mengeluarkan ijin, kemudiankan material itu harus melalui proses pemurnian, sebab, ini menyangkut aturan yang ada di Negeri ini, sementara ,untuk izin galian C kan ada undang-undang yang mengatur dan wajib untuk kita taati apalagi ini perusahaan BUMN yang anggarannya jumbo. paparnya.
Lebih jelasnya, iyapun mengatakan, “Seperti usaha pertambangan galian C misalnya, menurut dia, harus didasari peraturan perundang–undangan yang berlaku. Seperti tempat pengambilan timbunan urpil wajib kiranya memiliki atau mengantongi Surat Izin Pertambangan Daerah ( SIPD) diurus IUP, administrasi, teknis, dan kajian analisis dampak lingkungan serta finansial, Amdal dan sebagainya, karena dapat berpotensi merusak lingkungan maka sebelumnya harus ada rekomendasi atau persetujuan prinsip dari DLH ( Dinas Lingkungan Hidup) ” paparnya
Abd. Razak SH sebagai Praktisi Hukum yang ditemui di salah satu warung kopi di Kota Palu juga ikut angkat suara terkait dugaan penggunaan material ilegal yang digunakan di proyek yang dibiayai oleh Negara, Razak panggilan akrabnya menjelaskan bahwa, pengambilan dan pemanfaatn material yang diperuntukkan dalam proyek harus sesuai aturan yang berlaku, itu sangat jelas di Undang-undang (UU) Nomor 3 Tahun 2020, Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Kemudian iya juga menambahkan bahwa disitu terdapat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara, beserta Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi.
Dari segi tekinisnya pun kami menduga bahwa kontraktor pelaksana ( PT. WIKA) saat lakukan pekerjaan pemadatan timbunan urpil untuk struktur konstruksi jalan diduga tidak sesuai teknis yang seharusnya. Karena, diwaktu pemadatan timbunan ( Urugan Pilihan ) yang berfungsi sebagai lapisan dasar masih bercampur akar – akaran dan lumpur bahkan sebagian banyak titik dipekerjaan tersebut tampak gelondongan tanah yang ditumbuhi rerumputan.
”Apakah ini sudah sesuai yang dibayarkan oleh Negara, dan apakah tidak berpengaruh terhadap mutu dan kualitas kontruksi jalan yang dibangun menggunakan uang negara itu”? Jelas Razak.
Sementara Kepala Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah Satu Provinsi Sulawesi Tengah Dr. Andri Irfan Rifai. ST., MT saat dikonfirmasi via aplikasi Whatsapp :
Terima kasih untuk informasi detailnya, saya sudah periksa dan perintahkan koreksi lapangan.
Untuk teknis mohon dapat disampaikan ke saya dan PPK ( Pejabat Pembuat Komitmen), kapanpun ada informasi yg harus saya koreksi, insyaAlloh kita akan respon di lapangan sesegera mungkin, teknis dapat meliputi hasil uji lab, hasil uji lapangan, dan metode pelaksanaan. kita mengacu ke spesifikasi binamarga. Untuk di luar teknis, Seperti sumber quary, teknis pengangkutan, koordinasi dengan pihak ketiga dan lain – lain semua dapat berkoordinasi dengan Penyedia Jasa, jelas Satker.
Dikonfirmasi soal dugaan material illegal, Reza sebagai Kepala Proyek di PT. Wijaya Karya manampik, bahwa sumber material yang mereka gunakan dari Desa Sibalaya dan di Sungai Paneki Desa Jono itu Kades yang mengakomodir ke sipemilik lahan dan retribusinya dikelola oleh Desa.
inikan kami hanya membeli timbunan dan sudah pasti kami akan menanyakan ke suplayer, sumber materialnya dari mana, kami juga tidak mau mengambil timbunan yang tidal jelas. Dan timbunan yang dikerjakan sekarang sudah kami tekankan kepada penyuplai agar mengambil material dari lokasi yang berijin Dan itinya semua material yang kami gunakan itu semua harus berijin karena itu yang ditekankan dari pusat.
Lanjut Reza menjelaskan bahwa untuk sementara, ijin kami ambil dari Desa dan Soal material yang kami gunakan semua sudah sesuai arahan dari PU dan sesuai hasil uji LEB.
Ditanya soal kewenangan ijin, reza kembali menjelaskan bahwa pihak Kades yang akan menguruskan ijin, itu hasil diskusi kami dengan Kepala Desanya ( Desa Jono dan Desa Sibalaya)
untuk uji LEB memang masuk pak,sudah sesuai spek teknis yang dipersyaratkan oleh pengguna jasa yaitu PU. Ngga mungkin kita tidak uji LEB sebelum Menggunakan, kita kerja sekarang ketat pak, soal spesifikasi, Ada request pekerjaan, pengujian tanah Dan lain lainnya, karena kita diawasi juga oleh Konsultan. Tutup Reza. (ti)