Berantas.id, Palu – Kasus pelaporan jurnalis Hendly Mangkali oleh anggota DPD RI, Febrianti Hongkiriwang, memicu kecaman luas dari organisasi pers di Sulawesi Tengah. Hendly dilaporkan ke Polda Sulteng setelah memuat berita dugaan perselingkuhan di Morowali Utara dan membagikan link berita tersebut di akun media sosial pribadinya.
Kasus ini bermula ketika Hendly, jurnalis Beritamorut.id, menerbitkan laporan mengenai dugaan perselingkuhan yang melibatkan pejabat di Morowali Utara. Tak lama setelah berita itu beredar, Hendly dilaporkan oleh Febrianti Hongkiriwang—anggota DPD RI sekaligus istri Bupati Morowali Utara—ke Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah menggunakan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dengan pasal pencemaran nama baik. Laporan tersebut hanya didasari oleh tindakan Hendly yang membagikan tautan beritanya sendiri melalui media sosial.
Tindakan ini memantik reaksi keras dari sejumlah organisasi pers di Sulawesi Tengah. Ketua Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Sulteng, Mohammad Iqbal, menyatakan bahwa pelaporan terhadap Hendly merupakan bentuk pembungkaman terhadap kerja jurnalistik. “Apa yang dilakukan Hendly adalah kerja pers yang dijamin UU Pers. Mengkriminalisasi jurnalis dengan UU ITE karena membagikan karya jurnalistiknya di media sosial adalah kemunduran serius bagi demokrasi,” tegas Iqbal pada Sabtu, 3 Mei 2025.
Ketua Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Sulteng, Murthalib, juga menyampaikan kecaman serupa. Menurutnya, pelaporan ini menjadi preseden buruk bagi kebebasan pers di daerah. “Kalau jurnalis dikriminalisasi hanya karena memberitakan hal yang publik perlu tahu, maka siapa lagi yang akan berani menyuarakan kebenaran? Ini bukan hanya soal Hendly, tapi soal keselamatan pers di daerah,” ujarnya.
Sementara itu, Sekretaris Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Sulteng, Andi Attas Abdullah, menegaskan bahwa sengketa pemberitaan seharusnya diselesaikan melalui mekanisme yang telah diatur dalam UU Pers. “Pers memiliki mekanisme penyelesaian sengketa melalui Dewan Pers, bukan jalur pidana. Kami minta polisi menghentikan proses ini dan mengembalikan pada koridor yang benar,” kata Andi Attas.
Ketiga organisasi pers tersebut—AMSI, JMSI, dan SMSI Sulteng—menyerukan solidaritas kepada seluruh insan pers untuk mendukung Hendly Mangkali. Mereka juga mendesak Dewan Pers untuk segera turun tangan dalam menangani kasus ini serta meminta aparat penegak hukum bertindak bijak dan tidak mudah membawa kerja jurnalistik ke ranah pidana.
Seruan bersama ini ditandatangani oleh Mohammad Iqbal (Ketua AMSI Sulteng), Murthalib (Ketua JMSI Sulteng), dan Andi Attas Abdullah (Sekretaris SMSI Sulteng). Ketiganya sepakat bahwa kasus ini merupakan ancaman serius terhadap kebebasan pers dan demokrasi, terutama di daerah-daerah yang masih rawan tekanan politik. (tony)