Berantas.id, Morowali – Banjir mengerikan baru saja menerjang Desa Bahomakmur, Kecamatan Bahodopi, Kabupaten Morowali, Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng), pada Senin 27 Juni 2022.
Kawasan yang diterjang banjir tersebut diketahui merupakan kawasan pertambangan dan kawasan industri nikel, PT. Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP).
Sedikitnya 600 jiwa terdampak banjir yang menerjang lingkar tambang di Kecamatan Bahodopi, Kabupaten Morowali tersebut.
Selain itu, sejumlah infrastuktur dan rumah masyarakat sempat terendam, hingga mengundang keprihatinan berbagai pihak.
Tenaga Ahli Gubernur Sulawesi Tengah (Sulteng) Bidang Investasi, Peningkatan Fiskal dan Stabilitas Ekonomi, Andika menilai terjadinya banjir tersebut sebagai salah satu kegagalan PT. IMIP dalam penataan kawasan dan menjaga keseimbangan ekologis.
“Daya dukung ruang, struktur ruang ekologis, sosial di IMIP sudah tidak karu-karuan. Infrastruktur publik, fasilitas sosial, umum dan ekologis sudah di ambang kolaps. Tapi pemerintah pusat tidak memberi perhatian pada hal itu,” ujar Andika, yang dilansir WartaSulawesi.com jejaring JurnalNews.id, Rabu 29 Juni 2022.
Menurutnya, Analisis Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) awal dari PT IMIP hanya menjangkau area kawasan 2.000 hektar yang beririsan dengan 11 desa lingkar Tambang dan Kawasan Industri.
Namun sekarang, kata Andika, Kawasan IMIP terus berkembang hingga mencapai 3.600 hektar lahan
“IMIP telah melampaui kapasitas rencana lingkungan awal. Perkembangannya pesat, 350 perusahaan sub kontraktor, 38 tenant, 40 tungku dengan beban limbah slag 10 juta ton per tahun,” ujarnya.
Sementara kata dia, seluruh royalti dari Rp2 triliun meningkat jadi Rp5 triliun, semuanya dikutip dan mengalir ke kas pemerintah melalui kementerian keuangan.
“pemerintah daerah tidak mendapatkan pembagian royalti sebagai biaya untuk mendukung kawasan. Jadi sudah seharusnya pemerintah pusat memberi perhatian serius pada tapak dan sempadan Kawasan IMIP,” ujarnya.
Andika berharap, Kebijakan penataan ruang di IMIP tidak bisa lagi di pandang menjadi tanggung jawab Pemkab dan Pemprov.
Sebab hal itu kata dia, menjadi masalah eksternalitas Kawasan yang melampaui hitungan awal 2000 hektar.
“Olehnya Pemerintah pusat melalui Bappenas harus melakukan kajian daya ruang dan kebijakan yang tepat untuk masa depan,”ujarnya.
Kata Andika, salah satu masalah besar di sana meliputi, infrastruktur jalan, pengelolaan aliran sungai, kawasan penghijauan sabuk pengaman, dan penataan pemukiman pekerja.
“Semua hal itu di luar konteks tanggung jawab IMIP karena letaknya berada di luar kawasan. Pekerja tinggal mandiri dan IMIP hanya fokus pada pabriknya. pemerintah pusat harus punya solusi mengenai hal ini,” pungkasnya. ***