Berantas.id, Palu – Kematian jurnalis Situr Wijaya yang ditemukan tak bernyawa di sebuah hotel di Jakarta Barat mulai memasuki babak baru. Istrinya, Selvianti, resmi menunjuk Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers untuk mendampingi dan mengawal proses hukum atas dugaan tindak pidana yang menimpa almarhum.
Situr Wijaya, jurnalis asal Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, ditemukan meninggal dunia pada 4 April 2025 di Hotel D Paragon, Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Kematian mendadak ini memunculkan berbagai pertanyaan dari keluarga, terutama karena Situr diketahui tengah menangani beberapa liputan yang bersinggungan dengan isu sensitif di daerah.

Dalam upaya mengungkap fakta di balik kematian tersebut, Selvianti yang sehari-hari bekerja sebagai karyawan honorer di Kabupaten Sigi, memberikan kuasa penuh kepada LBH Pers. Penunjukan itu dituangkan dalam Surat Kuasa Khusus No. 08/Sk-kuasa/LBHPers/IV/2025. LBH Pers, yang dikenal sebagai lembaga pendamping hukum bagi jurnalis dan insan pers, menyatakan siap mengawal kasus ini hingga tuntas.
Tim kuasa hukum yang ditunjuk terdiri dari enam advokat, yaitu Mustafa, S.H., Ahmad Fathanah Haris, S.H., M.H., Reza Adzarin Arifin, S.H., Gema Gita Persada, S.H., Chikita Edrini Marpaung, S.H., M.A., dan Widanu Syahril Guntur, S.H. Dalam surat kuasa tersebut, mereka diberi mandat untuk mendampingi proses hukum, termasuk mengambil hasil autopsi dari Polda Metro Jaya dan menelusuri dugaan pelanggaran Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan serta Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana.
“Kami diberi amanat oleh keluarga untuk mendampingi proses hukum agar misteri di balik kematian Situr Wijaya dapat terungkap,” ujar Mustafa, salah satu kuasa hukum dari LBH Pers, Selasa (22/4).
LBH Pers menyatakan akan melakukan koordinasi dengan pihak kepolisian, kejaksaan, hingga pengadilan, serta lembaga independen lain jika diperlukan. Mereka menegaskan komitmennya untuk memastikan proses hukum berjalan secara adil dan sesuai prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia.
Selvianti berharap dengan adanya pendampingan hukum dari LBH Pers, keadilan bagi suaminya bisa ditegakkan. Ia mengaku kehilangan besar atas kepergian suaminya yang tiba-tiba dan penuh tanda tanya.
“Kami hanya ingin kejelasan. Situr bukan hanya suami saya, tapi juga seorang jurnalis yang bekerja untuk kebenaran,” ungkap Selvianti sambil menunjukkan surat kuasa yang telah ditandatangani.
Kematian Situr mendapat perhatian dari sejumlah kalangan karena profesinya sebagai jurnalis. Banyak pihak mendesak agar proses hukum dilakukan secara terbuka dan transparan, mengingat konteks pekerjaan almarhum yang rawan bersinggungan dengan kepentingan tertentu.
Dengan dukungan LBH Pers, proses pengungkapan kasus ini diharapkan dapat memberi kepastian hukum, tidak hanya bagi keluarga korban, tetapi juga sebagai bentuk perlindungan terhadap kebebasan pers di Indonesia. (tony)