Pantai Sera Dipagar, Warga Touna Tuntut Akses Dibuka

BERANTAS.ID, TOUNA – Warga Desa Malenge, Kecamatan Talatako, Kabupaten Tojo Una-Una (Touna), menyampaikan protes keras atas pemagaran akses ke Pantai Sera yang dilakukan oleh pihak Sera Dive Resort. Aksi tersebut dinilai menutup akses publik dan bahkan memicu pengusiran terhadap wisatawan asing yang tengah menikmati waktu santai di kawasan pantai.

Winda, salah satu warga yang tinggal tak jauh dari lokasi pantai, menyatakan bahwa pemilik Sera Dive Resort bernama Husen telah memerintahkan manajernya, Nu’ir, untuk melarang pengunjung non-penginap memasuki area pantai. Menurutnya, Husen mengklaim pantai tersebut sebagai milik pribadi dan hanya diperuntukkan bagi tamu resort.

“Selain membatasi akses ke pantai umum, pemagaran itu bahkan sudah masuk ke tanah milik saya,” ungkap Winda saat diwawancarai, Rabu (21/5/2025).

Tidak hanya melakukan pemagaran, pihak resort juga diduga membangun tembok permanen tanpa izin serta melakukan penimbunan jalur air laut yang mengarah ke kawasan mangrove di belakang resort. Warga khawatir, tindakan ini dapat merusak ekosistem pesisir yang selama ini menjadi salah satu daya tarik wisata di Kepulauan Togean.

Sejumlah wisatawan asing yang menginap di The Cliff Dive Resort dan Malenge Dive Resort mengaku kecewa dengan kondisi tersebut. Mereka tidak lagi bisa menikmati keindahan Pantai Sera seperti sebelumnya. Hal ini dianggap dapat mencoreng citra pariwisata Togean di mata wisatawan mancanegara.

Warga juga menilai bahwa pengusiran terhadap wisatawan bertentangan dengan upaya Pemerintah Kabupaten Tojo Una-Una yang saat ini sedang mendorong peningkatan investasi asing di sektor pariwisata. Ketidaknyamanan ini dinilai bisa berdampak buruk terhadap minat investor untuk menanamkan modalnya di daerah tersebut.

Secara hukum, tindakan yang dilakukan oleh pihak resort dianggap melanggar sejumlah regulasi. Di antaranya adalah:

UU No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok Agraria, karena diduga melanggar hak ulayat masyarakat setempat.

UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, yang menyebutkan bahwa akses publik ke pantai tidak boleh dibatasi secara sepihak.

Warga berharap pemerintah daerah dan pihak berwenang segera turun tangan untuk menyelesaikan persoalan ini. Mereka menuntut agar hak masyarakat atas akses pantai tetap dijaga, ekosistem pesisir tidak rusak, dan kenyamanan wisatawan tetap terjamin.

“Kalau ini terus dibiarkan, siapa lagi yang akan percaya datang berwisata ke sini?” ujar salah satu warga lainnya.

Kasus ini menjadi pengingat penting bahwa pengelolaan kawasan wisata harus tetap memperhatikan hak publik dan keberlanjutan lingkungan, terlebih di wilayah yang menjadi andalan pariwisata seperti Kepulauan Togean. (tony)