Tambang Emas Ilegal di Desa Mpoa Tojo Una – Una Diduga Kembali Beroperasi 

Berantas.id, Tojo Una – Una,Dugaan aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin atau PETI kembali beroprasi. Aktivitas PETI diduga di lokasi Dataran Bulan, Desa Mpoa, Kecamatan Ampana Tete, Kabupaten Tojo Unauna (Tauna), Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng).

Informasi yang dihimpun tim media menyebutkan bahwa kegiaan PETI di Dataran Bulan sudah berjalan, namun waktunya tak diketahui pasti.

“Yang A1 ini, mar (tapi) jauh apa-apa. Informan buang handuk,” ungkap sumber terpercaya yang tak disebutkan namanya, Jumat (29/12/2023).

Sedangkan salah seorang pengusaha inisial CN yang dikonfirmasi membantah terlibat dalam aktivitas PETI di Dataran Bulan Touna.

Katanya, informasi tersebut salah jika Dia dituding sebagai pelaku PETI lokasi yang dimaksud.

Bahkan CN menegaskan jika ada alat berat atau excavator miliknya yang beroperasi di sana, maka dipersilahkan untuk dilaporkan ke pihak aparat agar diamankan.

“Suruh tangkap saja. Saya tidak merasa bekerja, dan terima kasih atas info Anda,” tulis CN membalas chat dari tim media.

Harapannya, semoga Aparat Penegak Hukum (APH) segera mengusut tuntas pihak-pihak yang mengatasnamakan dirinya.

“Insya Allah kalau ada yang bisa bantu, saya bantu biar nama saya juga bersih. Sekali lagi makasih infonya,” tandasnya.

Kapolres Touna, AKBP Ridwan Jason Hutagaol | FOTO: IST

Sementara, Kapolres Touna, AKBP Ridwan Jason Hutagaol menyarankan tim media untuk menanyakan ke Humas Polres atau Kapolsek setempat soal dugaan adanya aktivitas PETI di desa tersebut.

“Konfirmasi aja ke Kapolsek di sana ada gak tambang. Atau apakah betul ada tambang. Maksudnya ada tambang gak di sana,” jawab AKBP Ridwan via pesan aplikasi WatsApp, Jumat (29/12/2023).

Namun demikian, Dia mengajak media untuk sosialisasi ke masyarakat agar tidak melakukan aktivitas PETI, sebab masyarakat akan merasakan dampaknya.

“Yah, Anda juga bantu kita sampaikan kepada masyarakat sana jangan melakukan tambang. Lebih baik mencegah dulu sebelum masyarakat berpikir menambang,” katanya.

Tujuannya sebut, AKBP Ridwan bagaimana agar tidak terjadi, maka perlu lakukan pencegahan awal, perlu edukasi atau pemahaman sehingga tidak terjadi seperti pemadan kebakaran.

“Sudah terjadi baru dipadamkan,” jelas AKBP Ridwan.

Terkait maraknya PETI, Badan Koordinasi Himpunan Mahasiswa Islam (BADKO HMI) Sulteng turut menyorotinya.

Dilansir dari media.alkhairaat.id, maraknya aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) berdampak pada lingkungan dan sosial.

Hal ini harus dicarikan solusi dan mengatasi akar masalah dari aktivitas tersebut.

PETI, merupakan salah satu permasalahan dalam pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA). Persoalan PETI seperti bom waktu bisa meledak kapan saja.

“Seperti terjadi beberapa tahun lalu, ketika longsor di Kabupaten Merangin menewaskan sejumlah pekerja PETI,” kata Ketua Umum Badko HMI Sulteng, Alief Veraldhi di Palu, Jumat (29/12/2023).

Menurutnya, maraknya kegiatan PETI dan dampak dihasilkan, baik dari aspek lingkungan hidup maupun sosial, seharusnya menjadi pembelajaran bagi semua pihak. Perlu dicari solusi dan jalan keluar untuk mengatasi akar masalah dari aktivitas PETI tersebut.

“Pencegahan tambang ilegal harus didukung oleh tindakan penegakan hukum dalam pelanggaran pertambangan ilegal,” katanya.

Alief menekankan, proses pemantauan dan pengawasan dilakukan guna meminimalisir kegiatan PETI.

Sementara, isu lingkungan, ekosistem sungai, dan dampak sosial jangka panjang harus dipahamkan kepada masyarakat.

Mereka perlu menyadari bahwa tindakan dilakukan memberi dampak kepada mereka sendiri.

PETI juga terjadi di Kawasan Taman Nasional Lore Lindu, sampai hari ini masih terus melahirkan konflik.

Ini karena selain lemahnya tindakan penegakan hukum juga kurangnya edukasi pengelolaan hutan berbasis masyarakat lokal sekitar kawasan Taman Nasional Lore Lindu (TNLL).

“Pemberian akses kepada masyarakat, membuat masyarakat merasakan manfaat dari kawasan konservasi dan mengurangi konflik antara pihak TNLL dengan masyarakat sekitar,” tegas Alief.

Dengan pemberian akses tersebut, sebut Dia, masyarakat mempunyai rasa memiliki keberadaan hutan, sehingga masyarakat sukarela menjaga kelestarian hutan. (tim)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *