Berantas.id, Palu – Proyek revitalisasi sungai Palu yang digadang-gadang akan menjadi solusi untuk mencegah bencana alam, kini justru terancam gagal.
Dengan anggaran fantastis yang menjulang hingga Rp150,99 miliar, proyek yang seharusnya rampung akhir tahun 2024 malah seret di tengah jalan.
Proyek revitalisasi Sungai Palu, yang digadang-gadang sebagai tameng bagi kota dari ancaman bencana, kini justru tersandung persoalan serius. Kini, suara-suara keras menyeruak, menuntut audit investigasi menyeluruh.
Keterbukaan dan kejelasan nasib proyek ini, kini ditagih keras oleh masyarakat dan Koalisi Rakyat Anti Korupsi (KRAK) Sulawesi Tengah, seraya menanti audit investigasi untuk membongkar masalah yang mengintai di balik angka-angka proyek jumbo ini.
Koalisi Rakyat Anti Korupsi (KRAK) Sulawesi Tengah meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk turun tangan melakukan audit investigasi.
“Kami mendesak agar BPKP segera mengaudit proyek ini. Lambatnya realisasi fisik dan keuangan proyek menunjukkan potensi masalah yang perlu diselidiki lebih dalam,” ungkap Abdul Salam, Sekretaris KRAK, kepada media ini di Palu, Senin, 14 Oktober 2024.
Proyek yang dijalankan oleh PT Selaras Mandiri Sejahtera (SMS) ini bertujuan untuk memperkuat infrastruktur di kawasan sungai Palu, termasuk pembangunan Coastal Dike dan pengerukan dasar sungai.
Namun, hingga saat ini, proyek tersebut baru mencapai 36 persen dari target yang seharusnya sudah 52,63 persen.
Keterlambatan ini menimbulkan deviasi sebesar -7,59 persen, yang berarti biaya tambahan sangat mungkin terjadi, mengingat adanya potensi penundaan lebih lanjut.
Beberapa bagian konstruksi, seperti beton pada beberapa titik, dilaporkan mengalami keretakan. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai kualitas pengerjaan proyek yang diharapkan bisa memberikan perlindungan dari bencana alam.
“Ini bukti nyata lemahnya pengawasan serta kualitas pekerjaan yang jauh dari standar,” tegas Abdul Salam.
KRAK Sulawesi Tengah mengungkapkan bahwa mereka mencurigai adanya kebocoran anggaran negara dalam proyek ini.
Abdul Salam menyoroti bahwa nilai proyek yang mencapai Rp150,99 miliar dianggap kemahalan dan tidak sesuai dengan hasil yang diharapkan.
“Kami menduga ada indikasi korupsi dalam proyek ini, dan itu harus diselidiki secara mendalam oleh lembaga berwenang, termasuk BPKP dan KPK,” tambahnya.
Proyek yang dibiayai oleh pinjaman luar negeri melalui Japan International Cooperation Agency (JICA) ini juga berada di bawah pengawasan Satker PJSA BWSS II, PPK Sungai dan Pantai 1.
Dengan keterlibatan pinjaman luar negeri, Abdul Salam menekankan pentingnya menjaga akuntabilitas penggunaan anggaran agar tidak mencoreng kredibilitas Indonesia di mata internasional.
Selain audit internal, KRAK juga mendesak dilakukannya audit independen oleh ahli konstruksi yang tidak terafiliasi dengan pemerintah atau kontraktor proyek.
“Kita butuh audit dari pihak ketiga yang benar-benar independen untuk memastikan tidak ada kepentingan yang bermain di balik masalah ini,” ujar Abdul Salam.
Hingga saat ini, proyek yang telah dimulai sejak Mei 2023 itu seharusnya selesai pada Oktober 2024. Namun, dengan progres yang baru mencapai 45,04 persen, penyelesaian tepat waktu tampak semakin tidak realistis.
Keterlambatan ini dapat membebani keuangan negara lebih lanjut.
Keterlambatan dalam proyek ini bukan hanya berisiko pada pembengkakan biaya, tetapi juga menurunkan manfaat yang diharapkan oleh masyarakat Palu.
Sebagai proyek yang penting untuk mengurangi dampak bencana alam di wilayah tersebut, kegagalan atau keterlambatan proyek ini dapat memberikan dampak buruk pada ketahanan lingkungan di masa mendatang.
Dengan banyaknya masalah yang terjadi, KRAK meminta agar pemerintah, BPKP, dan lembaga terkait segera bertindak untuk memastikan bahwa proyek ini tetap berada di jalur yang benar.***