Kuasa Hukum Heandly Mangkali Ajukan Praperadilan, Penetapan Tersangka Dinilai Cacat Prosedur

Berantas.id,Palu – Kuasa hukum jurnalis Beritamorut.id, Heandly Mangkali, secara resmi mengajukan permohonan praperadilan ke Pengadilan Negeri Palu. Permohonan ini dilayangkan sebagai bentuk keberatan atas penetapan dirinya sebagai tersangka oleh Direktorat Reserse Siber Polda Sulawesi Tengah, yang dianggap tidak sah dan bertentangan dengan hukum acara pidana.

Heandly Mangkali diwakili empat kuasa hukumnya dari Kantor Hukum Shane & Co, yaitu Dr. Mardiman Sane, SH., MH; Dr. Muslimin Budiman, SH., MH; Purnawadi Otoluwa, SH., MH; dan Abd. Aan Achbar, SH, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 3 Mei 2025. Permohonan praperadilan itu didaftarkan pada 6 Mei 2025 dengan domisili hukum di Jalan Merpati IIA No. 25 Kota Palu.

Permohonan diajukan terhadap Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah c.q. Direktorat Reserse Siber sebagai termohon, terkait tindakan penyidikan dan penetapan status tersangka terhadap Heandly yang dinilai tidak sah secara hukum. Dasar hukum permohonan ini merujuk pada BAB X Bagian Kesatu Pasal 77-83 KUHAP dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 yang menegaskan bahwa penetapan tersangka merupakan objek praperadilan.

Heandly Mangkali, jurnalis yang berdomisili di Palu Selatan, pada 16 November 2024 memuat berita berjudul “Istri Bos di Morut, Main Kuda-kudaan dengan Bawahan” dan membagikannya melalui akun media sosial pribadinya. Tindakannya itu menjadi dasar laporan polisi pada 20 Desember 2024, yang berujung pada pemanggilan dirinya oleh Polda Sulteng untuk pemeriksaan pada 30 Desember 2024.

Heandly memenuhi panggilan dan menjalani pemeriksaan selama hampir 10 jam. Setelah itu, ia kembali dipanggil pada 20-24 Maret 2025 untuk pemeriksaan sebagai saksi selama lima hari berturut-turut. Pada 24 Maret 2025, penyidik menyita sejumlah barang miliknya. Selanjutnya, tanpa pemberitahuan resmi tambahan, pada 26 April 2025, ia menerima Surat Penetapan Tersangka dan SPDP di sebuah warung kopi. Heandly dijerat dengan pasal pencemaran nama baik sesuai Pasal 27A jo. Pasal 45 ayat (4) UU No. 1 Tahun 2024 tentang perubahan UU ITE, dengan ancaman maksimal dua tahun penjara dan/atau denda Rp400 juta.

Menurut kuasa hukum, penetapan pasal tersebut cacat prosedur karena tidak sesuai KUHAP, bertentangan dengan Perkapolri No. 6 Tahun 2019, serta melanggar Putusan MK No. 105/PUU-XXII/2024 yang menegaskan delik pencemaran nama baik hanya berlaku antarindividu, bukan institusi, kelompok, atau profesi. Mereka juga menilai penetapan tersangka terhadap Heandly sebagai bentuk kriminalisasi jurnalis yang bertentangan dengan prinsip Hak Asasi Manusia (HAM).

Dalam permohonannya, pihak Heandly meminta PN Palu agar menyatakan penetapan tersangka tidak sah, seluruh proses penyidikan batal demi hukum, dan memerintahkan termohon membayar ganti rugi Rp100 juta. Permohonan ini menjadi langkah hukum untuk menguji sah atau tidaknya proses penetapan tersangka dalam dugaan kriminalisasi pers yang kian menjadi sorotan di era UU ITE. (tony)